Beranda | Artikel
Ngalap Berkah
Kamis, 28 November 2019

Ngalap berkah atau diistilahkan tabarruk adalah aktivitas mencari berkah melalui suatu perantara.

– Berkah adalah kebaikan yang banyak dan melimpah terus-menerus.

– Keberkahan datangnya dari Allah, sehingga hendaknya diminta dengan tatacara yang disyariatkan.

“Di tangan Engkaulah segala kebaikan” (Q.S. Ali Imran : 26)

Tabarruk terbagi dua :

Tabaruk masyru’ah, yaitu mengalap berkah dengan cara-cara yang dijelaskan oleh syariat.

Tabarruk mamnu’ah, ialah mencari keberkahan dengan cara-cara yang tidak dijelaskan oleh syariat.

Tabarruk mamnu’ah hukumnya haram, dan bisa sampai kepada derajat kesyirikan apabila objek yang diminta diyakini mampu memberikan manfaat dengan sendirinya. (Majmu’ Fatawa Arkanil Islam, Ibnu ‘Utsaimin)

Wajib bagi seorang muslim untuk menuntut ilmu agama agar mengerti mana perbuatan yang dilarang dan mana yang diperbolehkan oleh Islam.

Keberkahan adalah suatu hal yang ingin selalu diraih dalam kehidupan setiap manusia, baik berupa keberkahan dalam ilmu, keberkahan dalam harta, dan sebagainya. Oleh karena itu, Islam menganjurkan seorang muslim untuk saling mendoakan di saat bertemu agar keberkahan terlimpahkan untuk saudaranya dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu” yang artinya “Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan terlimpah untukmu”.

Ngalap berkah atau dalam bahasa arab disebut dengan at-tabarrukmerupakan salah satu bentuk peribadatan dalam Islam. Oleh sebab itu, segala aktivitas dan tata caranya harus berdasarkan ajaran Islam, yaitu Al Quran dan Sunnah. At-tabarruk didefinisikan sebagai aktivitas mencari berkah melalui suatu perantara. Sedangkan makna berkah adalah berkembang dan bertambah, yaitu kebaikan yang banyak dan melimpah secara terus-menerus.

Namun perlu diketahui bahwa sesungguhnya segala jenis keberkahan adalah berasal dari Allah Ta’ala, dan tidak ada satupun makhluk di muka bumi ini yang dapat memberikan keberkahan.

Allah Ta’ala berfirman, “Di tangan Engkaulah segala kebaikan”(Q.S. Ali Imran : 26).

Dari Abdullah, beliau berkata, Kami dulu menganggap ayat-ayat Allah sebagai suatu berkah, sedangkan kalian menganggapnya sebagai satu hal yang menakutkan. Dulu kami pernah bersama Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar, dan waktu itu kami mengalami kekurangan air. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Carilah kelebihan air”. Para shahabat datang dengan sebuah bejana yang berisi sedikit air, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memasukkan tangannya ke dalam bejana tersebut, lalu bersabda, “Kemarilah menuju air yang suci dan diberkahi. Dan berkah itu berasal dari Allah”. Sungguh aku melihat air memancar di antara jari-jari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sungguh kami mendengar tasbihnya makanan ketika dimakan(H.R. Bukhari).

Meskipun seluruh berkah adalah milik Allah Ta’ala, namun Allah mengkhususkan sebagian berkah tersebut kepada sebagian hamba, makhluk-makhluk tertentu, benda-benda serta tempat-tempat yang dikehendaki-Nya berdasarkan dalil yang telah disebutkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Tentunya apabila seseorang mencari atau meyakini berkah terhadap sesuatu hendaknya dia harus mempunyai sandaran dalil yang kuat. Karena apabila tidak memilikinya, maka dikhawatirkan dia akan terjerumus kepada tabarruk yang terlarang dan mengantarkannya menuju kesyirikan disebabkan meyakini adanya sesuatu yang bisa memberikan tambahan kebaikan padahal Allah Ta’ala tidak menetapkan demikian.

Oleh karena itu berdasarkan keterangan di atas, at-tabarruk atau ngalap berkah tidak lepas dari dua keadaan, yaitu :

1) Ngalap berkah yang sesuai syariat (masyru’), yaitu mencari berkah dengan hal-hal yang dikenal dalam syariat. hukumnya adalah diperbolehkan. Seperti halnya ngalap berkah dengan Al-Quran Al-Karim karena berkah yang dimilikinya.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan ini (Al-Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi” (Q.S. Al-An’am : 92)

Di antara berkah Al Quran yang disebutkan oleh Allah Ta’ala adalah Allah akan memberikan kemenangan kepada orang-orang yang mengamalkan Al- Quran dan berjihad dengannya. Dan juga barangsiapa yang membaca satu huruf Al-Quran, maka itu senilai dengan sepuluh kebaikan.

Akan tetapi, hendaknya kita berhati-hati terhadap tabarruk dengan Al-Quran yang keliru, seperti ngalap berkah dengan Al Quran dengan menjadikannya jimat.

2) Tabarruk mamnu’ (ngalap berkah yang terlarang), yaitu ngalap berkah dengan hal-hal yang tidak disyariatkan, hukumnya adalah tidak boleh. Seperti halnya prasangka seseorang bahwa jenazah Kyai Fulan memiliki berkah yang bisa diperoleh dengan melakukan ritual tertentu, maka hal ini adalah ngalap berkah terlarang yang sejatinya tidak akan memberikan pengaruh apa pun. Seandainya seseorang mendapatkan pengaruh tertentu dari aktivitas ngalap berkahnya tersebut, maka itu adalah pengaruh yang diberikan oleh syaitan sebagai upaya untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah.

Sebagian orang lebih cenderung untuk melakukan ritual ngalap berkah yang terlarang daripada yang diperbolehkan oleh syariat. Seperti ketika mereka menginginkan agar menang dalam pemilihan umum maka mereka menuju ke kuburan para wali atau orang-orang yang dianggap salih kemudian melakukan ritual-ritual yang tidak pernah disyariatkan sama sekali oleh Islam yaitu dengan cara meditasi di kuburan, mengambil tanah-tanah kuburan, membawa bunga dan minuman untuk diberi jampi-jampi dan ritual-ritual lain yang semisal.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Ngalap berkah ke kuburan adalah haram dan bisa termasuk syirik jika meyakini ada sesuatu yang bisa memberikan pengaruh sedangkan Allah tidak menurunkan penjelasan tentangnya. Orang-orang salih pada zaman dahulu tidak pernah ngalap berkah seperti ini, dan di sisi lain hal seperti itu juga merupakan amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Apabila orang yang ngalap berkah tersebut meyakini bahwa penghuni kubur dapat memberikan pengaruh terhadap apa yang dia inginkan, atau mampu menolak keburukan dan mendatangkan manfaat, maka keyakinan seperti ini adalah termasuk syirik akbar, dan termasuk syirik akbar juga apabila beribadah pada penghuni kubur dengan melakukan ruku’ dan sujud atau menyembah sebagai bentuk pendekatan dan pengagungan kepadanya.” (Majmu’ Fatawa Arkanil Islam, Ibnu ‘Utsaimin).

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), Dan barangsiapa menyembah Rabb yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatupun bukti baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabb-nya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.(Q.S. Al Mu’minun : 117).

Selain ngalap berkah kepada kuburan, perbuatan tercela yang tetap lestari pada saat ini adalah budaya tumbal untuk ngalap berkah. Banyak masyarakat menganggap perbuatan tersebut sebagai sebuah bentuk peribadatan dan juga dalam rangka melestarikan budaya. Padahal sesungguhnya perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak diizinkan oleh Allah Ta’ala.

As-Suyuthi mengatakan, “Mereka memotong sapi, kambing, domba dengan batu untuk mencari keberkahan. Semua ini batil tidak diragukan lagi tentang keharamannya. Sebagian keharaman ini bisa sampai taraf dosa besar dan ada yang sampai kepada kekufuran sesuai dengan maksud dan tujuannya.” (Al-Amru bil-Ittiba’, Imam As-Suyuthi).

Oleh karena itu, wajib bagi seorang muslim untuk menuntut ilmu agama agar mengerti mana perbuatan yang dilarang dan mana yang diperbolehkan oleh Islam, serta agar menjadi orang yang paham agama dan tidak fanatik kecuali kepada Allah dan Rasul-Nya.

Sebagai penutup, hendaknya bagi seorang mukmin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, harus tunduk kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak boleh mempunyai keyakinan tentang sesuatu kecuali berdasarkan dalil. Demikian pula tidak boleh ngalap berkah dengan sesuatu, apakah itu pohon, batu, kuburan atau lainnya kecuali dengan dalil.

Semoga Allah melindungi kita dan keluarga kita dari ketidaktahuan tentang perkara agama, dan semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk memahami agama dan menjauhi perbuatan syirik sejauh-sejauhnya.

Penulis : Hendra Yudi Saputro, S.T. (Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/bted1613/